BUDAYA DESA ADAT PANGLIPURAN





MARI KITA CARI TAHU BUDAYA DESA ADAT  PANGLIPURAN
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas penelitian Sosiologi
Kelas XI IPS Semester II


See the source image








PENYUSUN
    KELOMPOK 2 :
1.      Leli Nur Rahmawati             (17)
2.      Nellia Adya Divani                (18)
3.      Novita Sulistyaningsih          (19)
4.      Nurul Fitriani                        (21)

                                                        SMA NEGERI BANYUMAS
Banyumas, Tahun 2016






BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penulis adalah anggota masyarakat yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang disekitarnya, sehingga dalam proses penciptaan karya sastra, seorang penulis tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya.
Kegiatan karya wisata merupakan progam tahunan yang dilaksanakan siswa SMA NEGERI BANYUMAS. Dalam hal ini siswa kelas XI IPS SMA NEGERI BANYUMAS merencanakan kegiatan Studi Tour dengan tujuan ke Desa Adat Penglipuran, Bali.
Desa Adat Penglipuran, Bali, merupakan desa yang masih memegang teguh nilai dan tradisi masyarakat Bali. Desa ini menggambarkan masyarakat yang menjaga keharmonisan dan ketertiban. Masyarakat Desa Penglipuran merupakan Masyarakat yang kaya akan nilai-nilai budaya lokal, mereka juga sangat erat dalam memegang kepercayaan mereka, setiap harinya mereka melakukan persembahan untuk TuhanNya tiga kali dalam sehari.
Meskipun mereka sangat memegang teguh budaya lokal tetapi mereka tidak tertinggal oleh kemajuan zaman hal ini dapat dilihat dari bidang pendidikan dan keadaan sosialnya. Masyarakat Penglipuran menjadikan kebudayaan lokal mereka sebagai alat untuk menyaring budaya yang timbul dari adanya interaksi global di zaman modern ini yang dapat merubah kebudayaan asli mereka.
Setelah memperhatikan adanya kekuatan dari masyarakat Penglipuran untuk mempertahankan apa yang mereka miliki tanpa harus mengorbankan kemajuan zaman ini, membuat guru pembimbing dan penulis berusaha untuk mencari tahu lebih dalam mengenai seluk beluk  Desa Adat Penglipuran.
Selain itu, karena bertepatan dengan adanya karya wisata juga maka hal ini, dijadikan sarana untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan siswa mengenai keberagaman masyarakat serta menanamkan rasa cinta tanah air dengan melakukan kegiatan karya wisata. Oleh karena itu kegiatan ini sangat baik dilakukan karena sesuai dengan objek kajian sosiologi.
B.     TUJUAN KEGIATAN
Pelaksanaan study tour Bali mempunyai tujuan sebagai berikut:
Ø  Menambah wawasan mengenai kebudayaan dan adat istiadat di Bali, khususnya Desa Adat Penglipuran.
Ø  Mengenal dan mengetahui objek pembelajaran di luar lingkungan sekolah.
Ø  Memenuhi tugas mata pelajaran sosiologi.

C.     METODE PENELITIAN
Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan, sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatifdan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam. Jadi metode penelitian yang digunakan dalam membuat laporan ini adalah metode penelitian kualitatif.
D.    TEMA DAN NAMA KEGIATAN
Dalam kegiatan ini kami mengambil tema “Mari Ketahui Kebudayaan Indonesia”. Sementara itu nama kegiatan ini adalah “Kenali Kebudayaan di Indonesia”.
E.     TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1.      Wawancara
Wawancara (interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan  informasi di mana sang pewawancara melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.

2.      Browsing
Browsing adalah seni pencarian informasi melalui system operasi yang berbasis hypertext, misalnya membaca berita, bermain game, menulis blog, mengirim e-mail, dan lain sebagainya.




BAB II
PEMBAHASAN

Karya wisata yang dilaksanakan di desa Adat Penglipuran, Bali bertujuan supaya siswa-siswa lebih paham dan mengetahui tentang  masyarakat yang merupakan kajian dalam sosiologi. Masyarakat sendiri cakupannya sangat luas, sehingga dalam hal ini hanya beberapa sub tema yang akan digali lebih lanjut yaitu :
A.    Pendidikan
Generasi muda penglipuran hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi, dan mereka tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para leluhurnya. Sistem pendidikan di desa Adat Penglipuran sudah cukup maju yaitu ditandai dengan banyak para pemuda yang mengenyam pendidikan sampai jenjang yang tinggi. Di pintu masuk desa Penglipuran ada sebuah sekolah yang sejenis dengan Taman Kanak-kanak. Hal itu membuktikan bahwa di desa Penglipuran system pengetahuannya sudah maju.

Masyarakat yang ada di sana tidak seperti masyarakat adat yang kita pikirkan. Seperti primitif, tidak tahu apa-apa, ataupun kumuh belum teraliri listrik, dan lain sebagainya seperti pemikiran kita mengenai desa adat. Disana kita sama sekali tidak akan melihat pemandangan seperti itu. Disana sudah teraliri listrik, air PDAM, bahkan tidak sedikit yang memiliki kendaraan mewah seperti mobil. Banyak anak Desa Penglipuran yang berhasil menyelesaikan studi nya hingga perguruan tinggi, bahkan di luar Bali.

Selain system pendidikan yang cukup maju, masyarakat penglipuran juga memiliki  sistem teknologi yang maju dan tidak  buta terhadap teknologi, dimana sudah ada kendaraan bermotor berada di sekitar Desa Adat Penglipuran, namun kendaraan tersebut hanya bisa dioperasikan setiap pukul 17.00 hingga malam hari. Mereka sangat menaati aturan tersebut itulah yang menjadi kelebihan masyarakat Desa Adat Penglipuran yang berbeda dengan masyarakat adat lainnya.

Jaringan Air Kotor (Drainase)

Air kotor pada Desa Penglipuran yang dihasilkan masing-masing RT langsung ditampung ke septic tank (limbah padat), sedangkan untuk limbah cair di buang ke selokan yang di hubungkan melalui pipa-pipa. Pada umumnya warga menggunakan closet jongkok di WC-nya. Jaringan Air Bersih yang digunakan untuk mencukupi konsumsi air bersih pada DesaPanglipuran berasal dari PDAM. Sistem penghawaan pada Desa Penglipuran menggunakan sistem penghawaan alami berupa jendela dan lubang dinding lainnya yang juga memanfaatkan terang langit sebagai media penerangan pada siang hari.
B.     Hubungan/ Interaksi Sosial Masyarakat Desa Adat Panglipuran
Desa adat Penglipuran berlokasi pada kabupaten Bangli yang berjarak 45 km dari kota Denpasar, Desa adat yang juga menjadi objek wisata ini sangat mudah dilalui. Karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani – Bangli. Desa Penglipuran ini juga tampak begitu asri, keasrian ini dapat kita rasakan begitu memasuki kawasan Desa. Desa adat Penglipuran yang masuk wilayah Kelurahan Kubu, kabupaten Bangli, 60 km timur lautDenpasar ini, pernah menerima penghargaan "Kalpataru" penghargaan tertinggi pemerintah untuk penyelamatan lingkungan, tahun 1995.

Penglipuran yang berada di jalur obyek wisata menuju Kintamani berpenduduk 190 Kepala Keluarga (KK) atau 823 jiwa yang dulunya sebagian besar adalah petani. Kini mereka mulai beralih ke usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga dengan memanfaatkan bambu sebagai bahan bakunya. Pada areal Catus pata yang merupakan area batas memasuki Desa Adat Penglipuran, disana terdapat Balai Desa, fasilitas masyarakat dan ruang terbuka untuk pertamanan yang merupakan areal selamat datang.

Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun. Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali  adalah, Bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut.

Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa. Karena Desa Penglipuran terletak di dataran yang agak tinggi, suasana terasa cukup sejuk. Selain suasana pertamanan yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa terhadap tamu yang datang. Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah mereka untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.

Terbatasnya lahan di lingkungan perkotaan, khususnya kota-kota besar, sering kali tidak berimbang dengan tingkat kebutuhan hunian sangat tinggi. Tingginya harga tanah pun turut menjadi faktor penyebab masyarakat kota besar seolah hanya memiliki dua pilihan: tinggal di pinggir kota atau menempati hunian vertikal di pusat kota. Tinggal di pinggir kota akan menjauhkan masyarakat dari lingkungan kerja yang berpengaruh pada semakin panjangnya waktu tempuh dan membesarnya pengeluaran untuk biaya transportasi.

Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.
Kehidupan sosial Desa Penglipuan pun sangat menarik. Bisa dilihat dari cara mereka berinteraksi dengan masyarakat luar. Mereka selalu menyambut wisatawan yang datang dengan sangat ramah. Mereka selalu berusaha membuat wisatawan yang datang merasa nyaman berada di desa mereka seperti dengan cara mengajak wisatawan-wisatawan tersebut berkeliling. Selain menjaga interaksi dengan masyarakat luar, masyarakat pun selalu menjaga interaksi dengan masyarakat setempat, seperti mengadakan pertemuan- pertemuan di Balai Banjar. Begitu juga pada sore harinya, pada saat mereka selesai bekerja, masyarakat setempat pergi ke luar rumah untuk bercengkrama dan  biasanya masing- masing  kepala keluarga berkumpul di halaman luar rumah untuk melakukan kegiatan modong, yaitu mengadu ayam tanpa taji atau pisau.
C.    Nilai dan Norma Masyarakat Desa Adat Panglipuran
Keberadaan Desa Penglipuran sudah ada sejak dahulu, pada zaman Kerajaan Bangli. Para leluhur penduduk ini datang dari Desa Bayung Gede dan menetap sampai saat ini. Dari sudut pandang sejarah, kata ’’Penglipuran” berasal dari kata ’’Pengeling Pura’’ yang memiliki makna Eling/Ingat akan tempat suci/Pura untuk mengenang para leluhur. Desa ini sangat berarti bagi penduduk sejak leluhur mereka datang dari Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani yang jaraknya cukup jauh dari Desa Penglipuran, oleh karena itu masyarakat Desa Penglipuran mendirikan Pura yang sama sebagaimana yang berada di Desa bayung Gede. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Penglipuran masih mengenal asal - usulnya.

Pendapat lain mengatakan bahwa ’’Penglipuran’’ diambil dari kata ’’Penglipur’’ yang berarti ’’Penghibur’’ dimana pada zaman kerajaan, desa ini sering digunakan oleh raja untuk tempat beristirahat.

Terdapat dua sistem dalam pemerintahan desa Penglipuran yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah penglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah.
Pada umumnya di desa Penglipuran tidak boleh memiliki istri lebih dari satu, yang merupakan aturan adat yang sudah berlaku sekitar 700-an tahun. Karena umur desa sudah 700-an tahun. Orang penglipuran sudah memberikan proteksi kepada kaum wanita agar tidak dimadu. Aturan ini disediakan fasilitas. Ada sebuah pekarangan namanya Karang memadu, yaitu tempat lokasi yang gunanya untuk  menempatkan orang yang berpoligami. Yang mana akan dihukum dengan istri mudanya. Lokasinya disebelah geger Barat desa. Walaupun disediakan fasilitas namun sampai saat ini belum ada yang mau menempati pekarangan tersebut karena sanksinya yang berat. Dan kesakralan perkawinannya tidak akan disahkan di desa ini, secara adat perkawinan itu tidak akan diproses.
Desa adat Penglipuran ini dipimpin oleh seorang ketua adat atau biasa disebut Jero Pendesa.  Desa adat cenderung menutup diri terhadap budaya luar, namun dalam hal pendidikan di desa adat Penglipuran  banyak para pemuda yang mengenyam pendikan bahkan sampai jenjang yang tinggi.
Dalam membuat desa adat harus memiliki 5 unsur  yang harus dipenuhi yang biasa disebut “catur kuta atau 5 unsur” yaitu :
1.      Tuah atau masyarakat adat itu harus memiliki keyakinan (unsur ketuhanan).
2.      Datu atau ratu tahu pemimpin.
3.      Parimandala atau memiliki wilayah/ wilayah kekuasaan/wilayah kerja.
4.      Memiliki kraman atau warga.
5.      Harus memiliki aturan adat (unsur tambahan).
Dalam masyarakat adat di  Bali tidak mengenal yang namanya istilah Undang-Undang tapi disebut dengan istilah “Awig-awig” yang memiliki konsep “Tri Hita Karana” yaitu sebuah konsep yang merupakan landasan operasional. Landasan tujuan desa adat itu sendiri,Tri artinya tiga, Hita artinya harmonis/seimbang/aman/damai, Karana artinya penyebab, penyebab keharmonisan, keseimbangan, keamanan, kedamaian, kebahagiaan, kesejahteraan yang ingin dicapai oleh komunitas adat itu sendiri.
Tujuan dibentuknya masyarakat adat untuk mencapai keluhuran budi yg ditopang oleh kesejahteraan lahir dan batin. Jadi desa adat identik dengan kedamaian. Target yang paling ideal itu seimbang, maksudnya ada kiri dan kanan. Konsep yang diinginkan orang hindu adalah keseimbangan atau keharmonisan. Pembagian awig-awig atau Tri Hita Karana akan dibagi tiga bagian:


1.    Parhyangan adalah hubungan manusia dan tuhan.
 Pada komponen yang pertama yaitu parhyangan, masyarakat Desa Adat Penglipuran senantiasa melaksanakan Upacara Dewa Yadnya. Dimana upacara tersebut dilaksanakan pada tingkatan Utama Mandala, yaitu tingkatan yang paling tinggi yang letaknya ada di Wilayah Desa Bagian Utara. Di Uatama Mandala tersebut terdapat tempat suci berupa Pura Penataran yang menjadi tempat melaksanakan upacara dewa yadnya.

2.    Pawongan adalah hubungan manusia dan manusia.
yaitu hubungan masyarakat penglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.

Dalam agama hindu memperhatikan pembinaan keluarga mulai dari terbentuk nya janin sampai meninggal penuh dengan upacara adat dan agama. Dalam hal ini adalah upacara Manusia dan Fitra Yadnya, dimana kegiatan tesebut dilaksanakan di Madya Mandala untuk manusa yadnya dan di Nista Mandala untuk fitra yadnya. Selain hal tersebut dalam menjaga keharmonisan antara manusia, masyarakat Desa Penglipuran juga melaksanakan kegiatan gotong royong di dalam berbagai kegiatan desa. Hal tersebut dilaksanakan adalah untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan dan rasa saling memiliki

3.    Palemahan  adalah hubungan manusia dan ligkungan.

Masyarakat Desa Penglipuran diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa panglipuran terlihat begitu asri. Dalam masalah lingkungan, masyarakat desa penglipuran selalu menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan yang ada di wilayah desa. Selain itu, berkaitan arsitektur bangunan masyarakat juga tetap menjaga keaslian dari arsitektur bangunan rumah dan pekarangan mereka sesuai dengan pola Tri Hita Karana. Hal tersebut dilakukan agar dapat menjaga kelestarian dari peninggalan leluhur berupa arsitektur bangunan sesuai dengan bangunan bali kuno.

D.    Tradisi dan Budaya
Pada tahun 1993 Desa Penglipuran, resmi dijadikan sebagai desa wisata, guna  melestarikan dan melindungi serta untuk diwariskan kepada anak cucunya. Desa Penglipuran termasuk desa yang mandiri (independent) dan desa tanpa golongan, tanpa ikatan serta tidak ada sistem kasta.
Pada tahun 1958 berdasarkan peraturan gubernur bahwa perkawinan antar kasta diperbolehkan tetapi terkadang kasta yang lebih tinggi keberatan untuk turun kasta. Namun masyarakat Bali masih menggunakan tradisi ini.
Selain mengadakan kegiatan di Balai Banjar, masyarakat setempat juga membentuk seka teruna-teruni dan PKK. Setiap  dua minggu sekali paramuda-mudi   mengadakan kegiatan gotong royong    di    pura   dan   kelompok   PKK mengadakan arisan setiap satu bulan sekali.
Sistem transportasi jalan terhubung, tanpa melewati jalan utama. Masyarakat saling berpegangan menjaga kesatuan dan persatuan untuk menjaga keharmonisan. Dan segala tatanan ruang di desa adat Penglipuran selalu ada aturan-aturannya.
Bahasa yang digunakan di desa adat Panglipuran, Bali adalah bahasa Bali. Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Masyarakat adat Panglipuran Bali adalah masyarakat adat yang faham akan modernisasi.
Walaupun statusnya masyarakat adat namun masyarakat desa penglipuran, Bali tidak menutup diri terhadap modernisasi. Salah satunya adalah ada berbagai jenis barang-barang modern yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalkan motor, mesin cuci, televisi, dan lain-lain. Mata pencaharian di desa adat Penglipuran Bali adalah heterogen, namun lebih dominan kepada pertanian. Serta banyak  para pemuda yang mencari ilmu diluar daerah sehingga ada masyarakat yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, bahkan para pemuda banyak yang bekerja di kapal pesiar.
Bentuk perkawinannya secara umum ada 3:
1.      Perkawinan biasa, istri ikut suami.
2.      Perkawinan yang tidak biasa, suami ikut istri.
3.      Perkawinaan padegelahan artinya sama-sama memiliki.
Jenis-jenis pernikahan di desa adat:
1.      Meminang atau dalam bahasa Balinya adalah Memadik
2.      Kawin lari atau lari bersama karena biasanya disebabkan oleh tidak adanya persetujuan dari beberapa pihak.


Dalam masyarakat desa adat Penglipuran ada upacara adat diantaranya upacara pernikahan dan ngaben.Ngaben di Bali identik dengan pembakaran mayat, namun bukan hanya pembakaran mayat. Perlu diketahui bahwa ngaben adalah pelaksanaan ajaran agama hindu yang mana agama hindu memiliki 3 kerangka dasar  yaitu :
1.      Susila
2.      Etika/ cara
3.      Ritual/ sesajen
Tujuan ngaben adalah kembali kepada asalnya. Pada zaman majapahit ngaben dilakukan pada abad ke-16 di Bali .tujuan yang ke-2 adalah penyucian roh, jika ada roh yang tidak diabenkan maka ia akan mengitari mayatnya dikuburan dimana ia akan merusak keharmonisan tatanan misalnya dikeluarga dulu, kemudian ke masyarakat.
Mayat yang diabenkan disertai dengan penyembelihan sapi karena diibaratkan sebagai sarana untuk menuju alam jiwa karena sapi merupakan tunggangan dewa Siwa. Ada perbedaan mayat laki-laki dan wanita.Laki-laki dikuburkan tengkurab atau telungkup. Sedangkan wanita dikuburkan dengan terlentang.
Tata ruang desa panglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.
1.    Utara Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai utama mandala, yang bisa diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyang Widhi yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
2.    Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan utama desa. Barisan itu berjejer menghadap ke arah Barat dan Timur. Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah Utara atau Timur adalah pura keluarga yang telah diaben, sedangkan madya mandala adalah rumah keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata ruangnya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagiannista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan kayu.

3.    Nista Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan dari masyarakat panglipuran.
Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang desa tetapi juga bagi tata ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga Penglipuran terbagi menjadi tiga bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan angkul-angkul dan ruang kosong yang disebut natah bagian tengah adalah tempat berkumpulnya keluarga dan di bagian paling belakang erdapat toilet, tempat jemuran, atau kandang ternak.

SISTEM KESENIAN

Bali salah satu provinsi yang kaya akan kesenian. Kekayaan budaya inilah yang menjadi daya tarik wisatawan baik asing maupun domestik. Bagi masyarakat Desa Adat Penglipuran kesenian merupakan bagian dari jiwa mereka. Karena unsur agama pun terdapat dalam makna setiap kesenian yang disajikan.

Kesenian pun dijadikan sebuah profesi namun mayoritas hanya profesi sampingan Di Desa Penglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari Baris sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian yang langkadan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara dewa nya.
Adapun iringan gamelan yang mengiringi pada saat pementasan semua jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gamelan Gong Gede yang didukung oleh Seka Gong Gede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan seka Baris sakral ini di atur di dalam awig-awig Desa Adat Penglipuran. Kemudian nama-nama penari ketiga jenis Baris sakral ini juga telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12orang, dan Baris Bedil 20 orang.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Desa Panglipuran merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten Bangli yang masih mempertahankan tradisi nenek moyang, baik dalam hal kehidupan sosial maupun budayanya. Desa Penglipuran memiliki beberapa julukan, diantaranya: Desa Adat, Desa Budaya, dan Desa Wisata. Meskipun dianggap masih mempertahankan tradisi nenek moyang, seperti dalam hal upacara pernikahan dan pengabenan, namun desa ini sedikit banyak sudah terpengaruh oleh modernisasi, diantaranya dalam hal bentuk rumah, penggunaan kompor gas dalam memasak, menggunakan sepeda motor dalam aktivitas sehari-hari, memiliki televisi, dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran dan untuk mempromosikan daerah mereka sendiri.
B.     Saran
Menurut kami, adanya modernisasi di Desa Penglipuran sangat membantu masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, namun jangan sampai adanya modernisasi tersebut menyebabkan lunturnya tradisi nenek moyang di daerah setempat. Karena seperti yang bisa kami temukan disana, bahwa beberapa dampak modernisasi, seperti banyaknya masyarakat yang menggunakan sepeda motor menyebabkan terjadinya polusi udara yang dapat merusak keasrian Desa Panglipuran yang selama ini dikenal memiliki udara yang sejuk. Begitu juga dengan penggunaan komputer (internet) dalam pembelajaran, jangan sampai jika masyarakat sudah mahir menggunakannya atau bahkan memiliki situs jejaring sosial (facebook, friendster, twitter, myspace, dll), interaksi penduduk yang satu dengan penduduk yang lain di daerah tersebut menjadi berkurang dan akibatnya timbul rasa acuh tak acuh dari masyarakat dan itu bukanlah tradisi masyarakat setempat yang selama ini dikenal sangat ramah terhadap orang lain. Terlepas dari itu semua, kami juga menyarankan agar masyarakat tetap mempertahankan budayanya dalam hal bentuk rumah, upacara keagamaan, dan tari-tarian, karena hal itulah yang mendorong minat wisatawan untuk berkunjung ke Desa Adat Penglipuran.






DAFTAR PUSTAKA

Narasumber :
1.Ketua Adat Desa Panglipuran
2.Para Pemandu Wisata






















      
                                                                    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

jenis-jenis tanaman hias

Kekejaman PKI